Sabtu, 28 Mei 2011

PERANAN INTELIJEN INDONESIA DALAM OPERASI ALPHA DI ISRAEL




“Mengecewakan! Rencana terbang yang susah payah kususun rapi langsung dibatalkan pagi-pagi. Aku mendapat perintah untuk menghadap komandan skadron. Yang terpikir, aku tidak lulus latihan terbang di Israel dan pulang ke Indonesia sebagai pilot pesakitan. Semua bayangan buruk musnah sudah. Aku ternyata menerima perintah baru untuk terbang dalam format sama, tetapi berbeda rute. Sebuah peta disodorkan lengkap dengan titik-titik rute. Ada sebuah garis merah yang wajib diterobos masuk dan dalam waktu dua belas menit harus kembali ke luar. Yang membuatku gugup, garis merah itu adalah garis perbatasan antara Israel dan Suriah”

Cerita diatas adalah sepenggal kisah dari seorang pilot yang tergabung dalam operasi alpha, operasi alpha adalah operasi klandestin terbesar yang dilakukan oleh TNI AU, dimana TNI AU melatih pilot dan melakukan pembelian 32 pesawat A-4 Skyhawk dari Israel. Berikut adalah kutipan tentang operasi alpha yang diambil dari buku otobiografi Djoko F Poerwoko “Menari di Angkasa”.

Operasi Alpha
Memasuki tahun 1979, isu tentang bakal dilakukannya pergantian kekuatan pesawat-pesawat tempur TNI AU sudah mulai bergulir. Hal ini sebenarnya wajar saja, mengingat kondisi pesawat tempur F-86 dan T-33 memang sudah tua. Sehingga, kemudian pemerintah harus mencari negara produsen yang bisa menjual pesawatnya dengan segera. Amerika Serikat ternyata bisa memberikan 16 pesawat F-5 E/F Tiger II. Tetapi ini masih belum cukup untuk mengisi kekosongan skadron-skadron tempur Indonesia.

Dari penggalian intelijen, Mabes ABRI ternyata kemudian mendapatkan berita, bahwa Israel bermaksud akan melepaskan armada A-4 yang mereka miliki. Indonesia dan Israel memang tidak memiliki hubungan diplomatik. Tetapi pada sisi lain, pembelian armada pesawat tersebut akhirnya terus diupayakan secara klandestin, oleh karena pasti akan menjadi polemik dalam masyarakat apabila tersiar di media massa.

Menuju Arizona
Usai tugas menerbangkan F-86 Sabre aku sempat terbang lagi dengan T-33. Namun pada kenyataannya, kondisi kedua pesawat tempur tersebut sudah sangat jauh menurun. Kami semua akhirnya bersyukur, setelah dibuka dua proyek besar untuk mendatangkan kekuatan baru melalui Operasi Komodo yakni pesawat F-5 E/F Tiger II serta Operasi alpha untuk menghadirkan pesawat A-4 Skyhawk.

Kerahasiaan tingkat tinggi sudah terlihat dari tata cara pemberangkatan personel. Saat kami semua sudah siap untuk berangkat, tidak seorang pun tahu, kemana mereka harus pergi. Operasi Alpha dimulai dengan memberangkatkan para teknisi Skadron Udara 11. Setelah tujuh gelombang teknisi, maka berangkatlah rombongan terakhir yang terdiri dari sepuluh penerbang untuk belajar mengoperasikan pesawat.

Sebagai tim terakhir, kami mendapat pembekalan secara langsung di Mabes TNI AU. Awalnya hanya mengetahui bahwa para penerbang akan berangkat ke Amerika Serikat untuk belajar terbang disana. Informasi lain-lain masih sangat kabur.

Setelah mengurus segala macam surat-surat dan beragam kelengkapan berbau “Amerika”, akhirnya kami berangkat menuju Singapura, dengan menggunakan flight garuda dari Bandara Halim Perdanakusuma.

Kami mendarat pada senja hari di Bandara Paya Lebar, Singapura, langsung diantar menuju hotel Shangrila. Dihotel tersebut ternyata telah menunggu beberapa petugas intel dari Mabes ABRI, berikut sejumlah orang yang masih asing dan sama sekali tidak saling dikenalkan. Kami akhirnya mulai menemukan jawaban bahwa arah sebenarnya tujuan kami bukan ke Amerika Serikat melainkan ke Israel. Sebuah negara yang belum terbayangkan keadaannya dan mungkin paling dibenci oleh masyarakat Indonesia.

Saat itu salah satu perwira BIA (Badan Intelojen ABRI, BAIS sekarang) yang telah menunggu segera mengambil semua paspor yang kami miliki dan mereka ganti dengan Surat Perintah Laksana Paspor (SPLP). Keterkejutanku semakin bertambah dengan kehadiran Mayjen Benny Moerdani, waktu itu kepala BIA, mengajak rombongan kami makan malam. Dalam kesempatan tersebut beliau dengan wajah dingin dan kalimat lugas, tanpa basa-basi langsung saja mengatakan, ” Misi ini adalah misi rahasia, maka yang merasa ragu-ragu, silahkan kembali sekarang juga. Kalau misi ini gagal, negara tidak akan pernah mengakui kewarganegaraan kalian. Namun, kami tetap akan mengusahakan kalian semua bisa kembali dengan jalan lain. Misi ini hanya akan dianggap berhasil apabila sang merpati telah hinggap…”

Mendengar ucapan beliau, perasaanku langsung bergetar. Wah, ini sudah menyangkut operasi rahasia beneran mirip James Bond. Bahkan sekalanya lebih besar. Bagaimana mungkin membawa satu armada pesawat tempur masuk ke Indonesia tanpa diketahui orang? Rasa terkejut semakin besar, oleh karena kami bersepuluh kemudian langsung berganti identitas yang mesti kuhapal diluar kepala saat itu juga.

Setelah acara makan malam, kami harus segera bergegas menuju Bandara Paya lebar dan terbang menuju Frankfurt dengan menggunakan Boeing 747 Lufthansa. Mulai sekarang, kami tidak boleh bertegur sapa, duduk saling terpisah, namun masih dalam batas jarak pandang.

Begitu mendarat di Bandara Frankfurt, kami harus berganti pesawat lagi untuk menuju Bandara Ben Gurion di Tel Aviv, Israel. Semakin aneh perjalanan, baru berdiri bengong karena masih jet lag, tiba-tiba seseorang langsung menyodorkan boarding pass untuk penerbangan ke Tel Aviv pada penerbangan berikutnya. Sampai di Bandara Ben Gurion, sesudah terbang sekitar empat jam, aku pun turun bersama para penumpang lain dan teman-temanku. Saling pandang dan cuma melirik saja, harus kemana jalan, mengikuti arus penumpang lain menuju pintu keluar.

Tetapi tanpa terduga, kami malah mendapat perlakuan tidak menyenangkan, sebagai bagian dari operasi intelijen. Kami langsung ditangkap dan digiring petugas keamanan bandara. hanya pasrah, oleh karena memang tidak tahu skenario apalagi yang harus dijalankan, yang ada hanya manu dengan hati berdebar.

Tamat riwayatku kini. Kubayangkan, betapa hebatnya agen rahasi Mossad yang dapat dengan cepat mengendus penumpang gelap tanpa paspor, berusaha menyelundup masuk ke negaranya.Meski dengan sopan si Mossad memperlakukan kita, tetap saja kami berpikir buruk. Kami semua akan langsung dideportasi atau dihukum mati minimal dipenjara seumur hidup. Sebab tidak ada bukti, siapa memberi perintah datang ke Israel. Sampai diruang bawah tanah, persaan kami tenang setelah melihat para perwira BIA yang dilibatkan dalam Operasi Alpha. Kemudian baru aku tahu, kami memang sengaja diskenariokan untuk ditangkap dan justru bisa lewat jalur khusus, guna menghindari public show apabila harus ke luar lewat jalur umum.

Kami langsung menerima brifing singkat mengenai berbagai hal yang harus diperhatikan selama berada di Israel. Yang tidak enak adalah kegiatan sesudahnya yaitu sweeping segala macam barang bawaan yang berlabel made in Indonesia. Kami juga diajarkan untuk menghapal sejumlah kalimat bahasa Ibrani, Ani tayas mis Singapore yang artinya aku penerbang dari Singapura. Ada sapaan boken tof berarti selamat pagi dan shallom sebagai sapaan saat bertemu dengan kawan.

Eliat, Pangkalan Udara Rahasia
Semalam tidur dihotel, kami kemudian diangkut dalam satu mobil van menuju arah selatan menyusuri Laut Mati. Setelah dua hari perjalanan, kami sampai dikota Eliat. Perjalanan dilanjutkan kembali ditengah padang pasir, setelah melewati beberapa pos jaga, akhirnya van masuk ke sebuah pangkalan tempur besar diwilayah barat kota Eliat. Di Israel, pangkalan tidak pernah memiliki nama pasti. Nama pangkalan hanya berupa angka dan bisa berubah. Bisa saja nama pangkalan itu adalah base number nine di hari tertentu, namun esoknya bisa diganti dengan angka lain. Sesuai kesepakatan bersama, kami menyebut tempat ini dengan Arizona, oleh karena dalam skenario awal kami memang disebutkan akan berlatih terbang di Amerika.

Total waktu rencana pelatihan selama empat bulan. Selama itu para penerbang melaksanan kegiatan pelatihan, dari ground school hingga bina terbang, agar mampu mengendalikan pesawat A-4 Skyhawk. Latihan terbang diawali dengan general flying sebanyak dua jam, ditemani instruktur israel. Setelah itu, kami semua sudah boleh terbang solo. latihan kemudian dilanjutkan dengan pelajaran yang lebih tinggi tingkat kesulitannya. kali ini kami harus mampu mengoperasikan pesawat A-4 sebagai alat perang.

Selama di Eliat, walau terjadi berbagai macam masalah, namun tidak sampai mengganggu kelancaran latihan. Masalah utama tentunya bahasa, sebab tidak semua penerbang Israeli Air Force (IAF) bisa berbahasa Inggris, sedangkan kami tidak diajari berbahasa Ibrani secara detail. Masalah lain adalah telalu ketatnya pengawasan yang diberlakukan kepada para penerbang. Bahkan kami semua selalu dikawani satu flight pesawat tempur selama berlatih.

Pelajaran terbang yang efektif. Misalnya terbang formasi tidak perlu jam khusus tetapi digabung latihan lain seperti saat terbang navigasi atau air to air. sehingga dengan jam yang hanya diberikan sebanyak 20 jam/20 sorti, kami semua dapat mengoperasikan A-4 sebagai alutsista. Dalam siklus ini pula, aku pernah menembus sistem radar Suriah dengan instruktur ku.

Latihan terbang kami berakhir tanggal 20 Mei 1980 dengan dihadiri oleh beberapa pejabat militer Indonesia yang semuanya hadir dengan berpakaian sipil. Kami mendapat brevet penerbang tempur A-4 Skyhawk dari IAF. Rasanya bangga, oleh karena kami dididik penerbang paling jago didunia. Namun kegembiraaan selesai pendidikan segera berubah sedih, oleh karena brevet dan ijasah langsung dibakar didepan mata kami oleh para perwira BIA yang bertindak sebagai perwira penghubung. kami dikumpulkan di depan mess dan barang-barang kami disita dan segera dibakar. Termasuk brevet, peta navigasi, catatan pelajaran selama dipangkalan ini. Mereka hanya berpesan, tidak ada bekas atau bukti kalau kalian pernah kesini. Maka hapalkan saja dikepala, semua pelajaran yang pernah diperoleh.

Wing day di Amerika
Selesai pendidikan di Israel, kami tidak langsung pulang ke Indonesia, namun diterbangkan dulu ke New York. semalam di New York, kemudian diajak ke Buffalo Hill di dekat air terjun Niagara. Ternyata kami sengaja dikirim kesana untuk bisa melupakan kenangan tentang Israel. kami diberi uang saku yang cukup banyak menurut hitungan seorang Letnan Satu.Aku juga dibelikan kamera merek Olympus F-1 lengkap dengan filmnya dan diwajibkan mengambil foto-foto dan mengirim surat atau kartu pos ke Indonesia, untuk menguatkan alibi bahwa kami semua benar-benar menjalani pendidikan terbang di AS.Akhirnya selama ada objek yang menunjukkan tanda medan atau bau AS, pasti langsung dipakai sebagai background foto. Tidak terkecuali pintu gerbang hotel, nama toko bahkan sampai tong sampah bila ada tulisan United State of America pasti dijadikan sasaran foto.

Aku dibawa lagi ke New York, para penerbang kemudian diberikan program tur keliling AS selama dua minggu, mencoba tidur di sepuluh hotel yang berbeda dan mencoba semua sarana transportasi dari pesawat terbang hingga kapal.

D Yuma, Arizona, kami telah diskenariokan masuk latihan di pangkalan US Marine Corps (USMC), Yuma Air Station. Tiga hari dipangkalan tersebut, kami dibekali dengan pengetahuan penerbangan A-4 USMC, area latihan dan mengenal instrukturnya. Kami juga wajib berfoto, seakan-akan baru diwisuda sebagai penerbang A-4, skaligus menerima ijasah versi USMC. Ini sebagai penguat kamuflase intelijen, bahwa kami memang dididik di AS. Salah satu foto wajib adalah berfoto di depan pesawat-pesawat A-4 Skyhawk USMC.

Sebelum pulang ke tanah air, aku juga mendapat perintah untuk menghapalkan hasil-hasil pertandingan bulu tangkis All England. Tambahannya, aku juga diharapkan menghapal beberapa peristiwa penting yang terjadi di dunia, selama aku diisolasi di Israel. Pelajaran mengenai situasi dunia luar tersebut terus diberikan, meskipun kami sudah berada di perut pesawat Branif Airways dengan tujuan Singapura.

Sang Merpati Hinggap
Tanggal 4 Mei 1980, persis sehari sebelum pesawat C-5 Galaxy USAF mendarat di Lanud Iswahyudi, Madiun, mengangkut F-5 E/F Tiger II, paket A-4 Skyhawk gelombang pertama, terdiri dua pesawat single seater dan dua double seater tiba di Tanjung Priok. Pesawat-pesawat tersebut diangkut dengan kapal laut langsung dari Israel, dibalut memakai plastik pembungkus, cocoon berlabel F-5. Dengan demikian, seakan-akan satu paket proyek kiriman pesawat terbang namun diangkut dengan media transportasi berbeda.
Nantinya, ketika sudah kembali lagi di Madiun, kepada atasan pun kukatakan bahwa pelatihan A-4 di Amerika. Sebagai bukti kuperlihatkan setumpuk fotoku selama berada di Amerika. Ingin melihat foto New York, aku punya. Mau melihat foto Akademe AU di Colorado, aku punya. Karena percaya, atasanku di Wing-300 malah sempat berkata, “Saya kira tadinya kamu belajar A-4 di Israel, enggak tahunya malah di Amerika. Kalau begitu isu tersebut enggak benar ya?”

Last but not least, gelombang demi gelombang pesawat A-4 akhirnya datang ke Indonesia setiap lima minggu, lalu semuanya lengkap sekitar bulan September 1980.

Berprestasi Tapi Harus Menutup Diri
Saat F-5 datang ke Indonesia, ternyata masih belum dilengkapi dengan persenjataan. Sedangkan A-4 justru sudah dipersenjatai dan langsung bisa digunakan dalam tugas-tugas operasional. Sehingga apa saja kegiatan TNI AU baik operasi maupun latihan selalu identik dengan F-5, walau kadang-kadang yang melakukannya adalah pesawat A-4.

A-4 tetaplah A-4 dan samasekali bukan F-5. Kondisi serba rahasia bagi armada A-4 bertahan samapi perayaan HUT ABRI tanggal 5 Oktober 1980, dimana fly pass pesawat tempur ikut mewarnai acara tersebut. Pesawat A-4 tampil bersama-sama F-5 dimana untuk pertama kalinya pesawat A-4 dipublikasikan dalam event besar. Setelah ini, sedikit demi demi sedikit mulailah keberadaan A-4 dibuka secara jelas. Tidak ada lag tabir yang sengaja dipakai untuk menutupi keberadaan pesawat A-4 di mata rakyat Indonesia.

Mencari detail tentang operasi Alpha susahnya minta ampun, karena tidak ada penerbang yang berangkat ke Israel selain Djoko Poerwoko yang mau menceritakan pengalamannya. Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk beliau yang mau menceritakan pengalamannya didalam 3 buku, walaupun mencari buku tersebut juga susahnya bukan main. Buku “My Home My Base” hanya untuk kalangan internal TNI AU, Buku “Fit Via Vi” yang merupakan otobiografi dari beliau juga merupakan cetakan untuk kalangan terbatas. Buku “Menari di Angkasa” adalah buku “Fit Via Vi” yang dicetak untuk umum, walaupun begitu tetep aja susah nyarinya (saya merasa beruntung memilikinya). Bahkan dibuku otobiografinya benny Moerdani ga dibahas sama sekali. Terimakasih juga untuk Metro tv yang beberapa bulan lalu juga menayangkan tentang operasi alpha dalam acara special operation (di liputan tersebut ada wawancara dengan Djoko Poerwoko dan satu orang pilot lagi, tapi lupa namanya).

Kontroversi tentang pengungkapan pembelian A-4 dari Israel ke publik juga diungkap oleh beliau dibukunya, beliau menulis:
“Saat buku “My Home My Base” diluncurkan, ada polemik yang menyisakan kenangan, yaitu cerita tentang keterlibatan ke Israel untuk mengambil A-4 Skyhawk. Banyak orang mempertanyakan, mengapa aku mengumbar rahasia negara. Dengan singkat hanya kujawab, “Siap, saya sudah minta ijin Kasau dan beliau mengijinkan, karena kita sebagai prajurit tidak boleh selamanya membohongi rakyat. Maka mereka yang bertanya punt idak lagi berkomentar.
Memang, didalam buku “My Home My Base” kutulis sedikit tentang perjalanan ke Israel untuk berlatih terbang A-4. Bukan untuk mencari sensasi, aku sudah menimbangnya masak-masak unung dan ruginya. Namun sebelumnya. tentu saja aku minta ijin KASAU sebagai salah satu senior A-4 dan pemimpin tertinggi Angkatan Udara. Beliau (pak Hanafie) ternyata mengizinkan, sehingga tulisan itu go ahead.”

Sebagai informasi tambahan, hingga saat ini bahkan setelah A-4 digrounded pada tahun 2004, Mabes TNI AU tidak pernah mengakui operasi alpha pernah terjadi.

Sumber: Poerwoko, Djoko F. Menari di Angkasa. Kata hasta pustaka. Jakarta. 2007



Intelijen Indonesia Amburadul Sejak Era Soeharto




Jakarta, Seluruh operasi intelijen seharusnya dilaporkan ke Presiden. Tapi sejak era Orde Baru, operasi intelijen di Indonesia tidak pernah berjalan sesuai dengan teori.

"Harusnya kan semua operasi intelijen itu dilaporkan ke Presiden sebagai single user. Tetapi di Indonesia tidak," tutur Wakil Ketua Komisi III DPR Soeripto, Sabtu (21/6/2008).

Menurut Soeripto, kinerja intelijen di Indonesia sudah amburadul sejak era Soeharto. "Kerja intelijen kita memang amburadul. Kok single user-nya tidak tahu. Saat zaman Pak Harto, kerjanya begini, karena kekuasaan hanya berada di tangan satu orang saja," kata anggota Fraksi PKS ini.

Soeripto menjelaskan, seharunya Kepala Badan Intelijen Negara melapor kepada Presiden agar diberi pengarahan-pengarahan. "Dalam teorinya, sebelum operasi intelijen dimulai, Presiden memberikan pengarahan-pengarahan," jelas pengamat intelijen ini.

Dia pun mencontohkan salah satu bukti operasi intelijen yang tidak melibatkan presiden, yakni saat penggalangan eks DI/TII. Ali Moertopo, yang saat itu menjabat sebagai Deputi Penggalangan Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN), berkoordinasi ke Presiden. 

Akibatnya, Ali pun dicopot dari jabatannya. Begitu pula pada kasus pembunuhan aktivis HAM Munir, Soeripto menduga operasi intelijen ini digelar tanpa koordinasi dengan Megawati Soekarnoputri yang saat itu menjabat sebagai Presiden.

INTELIJEN INDONESIA DARI MASA KE MASA


Perkembangan lembaga intelijen Indonesia di masa lalu dapat dibagi dalam dua babak penting, yakni babak intelijen perjuangan dan babak intelijen pembangunan (Wirawan, 2005). Dari istilah yang digunakan, sudah dapat dibayangkan bahwa babak intelijen perjuangan terjadi di masa-masa perang revolusi kemerdekaan dan beberapa saat setelah kekuatan kolonial meninggalkan Indonesia.

Adalah Kolonel Zulkifli Lubis, seorang perwira militer alumni Pembela Tanah Air (PETA) bentukan Jepang, yang mengawali babak intelijen perjuangan ini. Zulkifli Lubis memimpin Badan Istimewa (BI) yang didirikan bulan September 1945 dengan tugas mengumpulkan sebanyak mungkin informasi menjelang kedatangan pasukan Belanda setelah Perang Dunia II berakhir. Wilayah negara yang begitu luas dan kemampuan mobilisasi yang masih amat terbatas, memaksa BI untuk sementara hanya beroperasi di Pulau Jawa. Tingkat pengalaman dan koordinasi yang rendah dari seluruh operasi intelijen di masa itu pun membuat keputusan politik pemerintah yang didasarkan pada laporan-laporan intelijen menjadi tidak optimal.
Walaupun menandatangani seluruh dokumen otorisasi laporan BI, namun Presiden Sukarno bisa dikatakan tidak memiliki kendali penuh atas operasi intelijen BI. Ia juga tidak dapat mengontrol operasi intelijen yang dilakukan kelompok militer yang memandang kegiatan intelijen sebagai bagian dari tugas mereka sebagai satuan tempur nasional. Intinya, koordinasi operasi intelijen di masa itu kacau.
Kondisi ini memaksa pemerintah beberapa bulan kemudian, tepatnya tanggal 7 Mei 1946, mendirikan sebuah lembaga intelijen baru yang diberi nama Badan Kerahasian Negara (Brani) sebagai payung besar bagi berbagai operasi intelijen yang dilakukan satuan-satuan intelijen di seluruh Pulau Jawa. Seperti BI, Brani juga dipimpin Zulkifli Lubis. Walau telah diberi mandat sedemikian besar, namun pada praktiknya Brani pun terlibat dalam pertarungan kepentingan. Kali ini yang dihadapi Zulkifli adalah Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin yang juga membentuk lembaga intelijen di departemen yang dipimpinnya. Menyusul Brani, juga dibentuk Lembaga Pertahanan B yang dimaksudkan sebagai alat tanding untuk menghadapi pengaruh pihak sipil atas lembaga intelijen di tingkat nasional.
Pekerjaan Zulkifli Lubis terbilang berat. Selain menghadapi Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin yang mewakili kelompok sipil, dia juga harus bersitegang dengan kelompok militer yang masih ingin mendominasi operasi intelijen nasional. Fragmentasi ideologi politik kanan-tengah-kiri ketika itu ikut mempengaruhi perebutan pengaruh baik di tingkat elit lembaga intelijen maupun di saat operasi intelijen tengah berlangsung di lapangan. Kelompok militer yang “kanan” mengandaikan bahwa mereka berhadapan dengan koalisi kelompok “tengah” yang dipimpin Zulkifli Lubis dan kelompok “kiri” yang dimotori Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin.
Namun sesungguhnya, dua kelompok terakhir pun memiliki rivalitas yang tak mudah untuk dipadamkan. Pada episode selanjutnya, Brani dibubarkan dan Departemen Pertahanan membentuk lembaga intelijen Bagian V sebagai organisasi yang mengoordinir semua operasi intelijen di tingkat nasional. Kolonel TB Simatupang yang memimpin Angkatan Perang ketika itu juga mengambil inisiatif membentuk Biro Informasi Staf Angkatan Perang (BISAP). Pembentukan lembaga ini memperlihatkan pandangan kelompok militer yang tetap ingin terlibat dalam pengambilan keputusan politik tingkat nasional. Keadaan tak menentu ini terus berlangsung dan cenderung parah di saat Indonesia mengadopsi sistem pemerintahan parlementer.
Hiruk-pikuk rivalitas dan perebutan pengaruh di panggung intelijen nasional sedikit dapat diredakan setelah Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit 1 Juli 1959, yang berarti menjadikan dirinya sebagai pemain utama di atas panggung politik nasional. Sebuah lembaga intelijen bernama Badan Koordinasi Intelijen (BKI) sempat dibentuk walau tak berumur panjang karena kesulitan koordinasi dengan kubu militer. Tanggal 10 November 1959, Badan Intelijen Pusat (BIP) didirikan dengan kewenangan mengkoordinir lembaga intelijen lainnya, termasuk yang dikuasai oleh korps loreng. BIP bertanggung jawab secara langsung kepada Presiden Sukarno yang memberikan dukungan dana dalam jumlah besar untuk lembaga ini. Presiden Sukarno menunjuk orang kepercayaannya, Menteri Luar Negeri Dr. Subandrio, untuk memimpin lembaga ini. Tetapi BPI dan karier Subandrio di dunia intelijen berakhir bersamaan dengan runtuhnya kekuasaan Presiden Sukarno delapan tahun kemudian.
Melanjutkan BIP, Pangkopkamtib Jenderal Soeharto yang kemudian menggantikan Presiden Sukarno mendirikan Komando Intelijen Negara (KIN) pada bulan Agustus 1966. Inilah tonggak babak intelijen pembangunan, dimana rivalitas politik yang diperkirakan mengancam kewibawaan pemerintahan Orde Baru difatwakan sebagai sesuatu yang haram.
Dipimpin Letnan Jenderal Yoga Sugama, salah seorang kepercayaan Soeharto, KIN bertanggung jawab langsung kepada Pangkopkamtib. Yang juga menjadi tugas lain KIN adalah membersihkan elemen pendukung rezim Sukarno, termasuk anggota dan pendukung Partai Komunis Indonesia (PKI). Bulan Mei 1967, KIN berubah nama menjadi Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) dengan tugas utama mengumpulkan informasi dari luar negeri (intelligence gathering) dan operasi kontra spionase (counter espionage). Sementara itu fungsi pengawasan dalam negeri dijalankan oleh Satuan Khusus Intelijen atau Satsus Intel (Wirawan, 2005).
Karakter lembaga intelijen di masa awal Orde Baru ini disesuaikan dengan desain politik yang dikembangkan pemerintahan Soeharto yang menitikberatkan dan memprioritaskan stabilitas nasional. Pemerintah percaya hanya dengan stabilitas nasional proses pembangunan ekonomi nasional dapat dijalankan. Pertumbuhan dan pemerataan pembangunan ekonomi juga disandarkan pada pendekatan ini. Stabilitas nasional sebagai doktrin utama diartikan sebagai keadaan tanpa perbedaan pandangan politik dan oposisi. Untuk mendukung ideologi pembangunan ini, berbagai lembaga intelijen di era Orde Baru dibekali kewenangan untuk melakukan pengawasan, pemantauan dan penangkapan terhadap pihak dan kelompok yang dipandang dapat membahayakan dan mensabotase program pembangunan nasional.
Era 1970-an adalah saat dimana pemerintahan Orde Baru berhasil mematangkan konsolidasi politik. Di masa itulah Presiden Soeharto memberikan tongkat kepemimpinan lembaga intelijen kepada Letnan Jenderal Sutopo Yuwono. Dan di luar itu, masih ada sejumlah lembaga yang juga memiliki peran dan kewenangan yang sama dengan Bakin. Sebut saja, Pelaksana Khusus Daerah (Laksusda) dan Kepala Sosial Politik Daerah (Kasospolda) dari jalur militer dan sipil yang dalam hal ini dimotori Departemen Dalam Negeri.
Namun konsolidasi politik yang terbilang matang di era 1970-an tidak secara otomatis melenyapkan tradisi rivalitas di lembaga intelijen. Pertarungan elit lembaga intelijen, seperti yang terjadi antara Sutopo Yuwono dan Ali Moertopo, yang juga merupakan orang kepercayaan Presiden Soeharto, telah melahirkan krisis politik di dalam negeri yang kemudian dikenal dengan Peristiwa Malari 1974. Peristiwa ini telah mencoreng wajah stabilitas nasional Indonesia yang tengah menyambut kedatangan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka yang diperkirakan akan membawa aliran modal investasi dalam jumlah yang tak sedikit. Kisruh di tingkat elit itu pada akhirnya mengembalikan Yoga Sugama ke komunitas intelijen untuk menggantikan Sutopo Yuwono.
Wirawan mencatat bahwa di akhir 1980-an pemerintahan Orde Baru berniat mengubah watak dan karakter lembaga intelijen nasional. Kopkamtib yang kaku dan cenderung menggunakan pendekatan represif hendak digantikan dengan sebuah lembaga intelijen baru yang didesain lebih fleksibel dan mengedepankan pendekatan persuasif. Lembaga baru ini adalah Badan Koordinasi dan Stabilisasi Nasional (Bakorstanas), dibentuk tahun 1988 dan dipimpin Jenderal Try Sutrisno. Namun keinginan untuk mengubah watak dan karakter lembaga intelijen tampaknya masih sulit untuk dilakukan oleh Bakorstanas. Setidaknya, dari nama lembaga tersebut sudah terbayangkan bahwa pendekatan utama yang digunakannya dalam operasi intelijen adalah pendekatan keamanan untuk menciptakan stabilitas nasional. Selain itu, pada praktiknya lembaga ini juga menjalin kerjasama yang erat dengan lembaga intelijen lain yang juga kaku dan menggunakan pendekatan represif, seperti Bakin dan Badan Intelijen Strategis (Bais) ABRI yang dipimpin Jenderal LB Moerdani, juga lembaga intelijen yang ada di Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan.
Secara singkat, babak intelijen pembangunan yang dikembangkan oleh pemerintahan Orde Baru mengandaikan bahwa stabilitas keamanan nasional merupakan syarat mutlak dan pintu masuk tunggal untuk mencapai pembangunan nasional dan, pada gilirannya, mensejahterakan rakyat. Stabilitas nasional ini juga dipandang sebagai resep jitu yang dapat menekan berbagai suara sumbang yang dapat mengganggu jalannya pembangunan.
Pada bagian lain, bagi kelompok masyarakat sipil, model pendekatan pembangunan ini dikecam karena karakter kaku dan represifnya telah memakan banyak korban, korban-korban yang atas nama pembangunan justru terpinggirkan dan termiskinkan, dan ironisnya tidak dapat berkata apa-apa.

Senin, 16 Mei 2011

POLITIK : INILAH SOSOK INISIATOR KOMUNITAS YAHUDI-ISRAEL.


Politik

13-05-2011



Inilah sosok inisiator komunitas yahudi, Unggun (Samuel) Dahana, yang akan merayakan kemerdekaan Israel-laknatullah-pada hari sabtu (14/05/2011) di Jakarta. Acara rencana akan digelar di sebuah lapangan di Jakarta Selatan di sebuah tempat yang masih dirahasiakan. Ummat Islam Indonesia ditantang yahudi Israel?

Mengapa rayakan kemerdekaan Israel?

Seluruh ummat Islam faham bahwa yahudi Israel-laknatullah-adalah negara agresor, penjajah, dan pembantai umat Islam di Palestina. Kaum Muslimin tidak akan pernah bisa hidup dengan tenang dan damai sebelum saudaranya sesama Muslim di Palestina juga merasakan ketenangan dan kedamaian, dan hal itu hanya akan terjadi jika yahudi Israel enyah dari bumi Palestina.
Sayangnya, bukan malah membantu saudara Muslimnya di Palestina lepas dari cengkraman yahudi-Israel, Unggun Dahana atau Samuel Dahana, membentuk komunitas yahudi yang berencana merayakan kemerdekaan negara Israel-laknat-tersebut dengan mengibarkan bendera negara penjajah tersebut. Entah apa agama Unggun Dahana ini sebenarnya, meski mengaku beragama kristen (bisa jadi yahudi atau ateis), yang jelas meski telah diancam, pria konyol yang berpose di belakang bendera Israel ini tetap akan menggelar acara tersebut.
Tujuan acara itu, sebagaimana dikatakan Unggun adalah untuk mengakui dan menghormati kedaulatan Israel sebagai negara yahudi. Biadab, sebuah Negara penjajah dan pembantai ummat Islam dihormati dan diakui kedaulatannya. Apakah Unggun memang sengaja menantang ummat Islam Indonesia yang mayoritas Muslim dan menolak eksistensi Israel laknatullah?
Unggun yang mengaku asal Yogya lulusan ITS berusia 48 tahun ini menyatakan selain mengibarkan bendera Israel diiringi lagu kebangsaan Hatikyah, juga akan dibacakan deklarasi kemerdekaan Israel. Pria nekat ini berharap acaranya bisa membuka kontak persahabat antara Indonesia dengan Israel.
“Agar hubungan antara Indonesia dan Israel segera dibuka. Berkatilah Israel dan Indonesia akan diberkati.” Ujarnya yang mengaku bekerja sebagai konsultan migas ini. Siapa mau mengambil keuntungan di balik pengakuan Israel?
Bisnis di balik rayakan kemerdekaan Israel ?
Dalam sebuah SMS yang masuk ke redaksi pagi ini, disampaikan bahwa sudah ada orang Indonesia yang merasakan dan mendapatkan kucuran dana haram dari Israel laknatullah. Abu Rizal Bakrie, pemilik TV One -yang paling agresif menyiarkan liputan tentang teroris- adalah salah satu penerima bantuan kerjasama dagang dengan Israel senilai 450 ribu USD.
Menurut SMS tersebut, berita ini didapatnya dari sumber bernama Benyamin Ketang, Komite Urusan RI-Israel dalam wawancara TV One, Jum’at (13/5/2011) pukul 07.30 WIB pagi tadi. Kalau sudah urusan kucuran dana haram, tidak heran banyak orang halalkan segala urusan, termasuk rayakan kemerdekaan Israel. Astaghfirullah!
Teryata, secara diam-diam Indonesia telah menjalin hubungan kerjasama dan memiliki tim loby di negeri ini. Melalui lembaga bernama Indonesia-Israel Affairs Committe (IIPAC) yang diketuai oleh Benyamin Ketang, lembaga yang didirikan pada 21 Januari 2002 ini menjalankan misi menjalin lobi dengan Israel. Bukan tidak mungkin hasil loby tersebut adalah akan digelarnya acara rayakan kemerdekaan Israel-laknatullah!
IIPAC akan memfasilitasi investor Yahudi dari seluruh dunia untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Komite Urusan Publik Indonesia-Israel ini diyakini akan berperan dalam Pilpres 2014 di Indonesia.
IIPAC memiliki anggaran dasar dan berkedudukan di ibu kota Negara Indonesia dan sesuai dengan kepentingan dan bentuk kerja sama dengan lembaga di luar negeri akan mendirikan perwakilan/representatif di seluruh Indonesia, sesuai dengan hukum undang-undang dan ratifikasi hak asasi internasional Perserikatan Bangsa Bangsa. Jadi, kini Indonesia adalah sahabat Israel?
Kaum Muslimin wajib tolak Israel!
Acara yang akan diselenggarakan Unggun (Samuel) Dahana untuk merayakan kemerdekaan Israel sebenarnya kecil saja, hanya akan dihadiri sekitar 10 orang. Itupun kalau dapat izin dari polisi, mengingat acara ini pasti akan menimbulkan reaksi keras dari ummat Islam yang mencintai saudara Muslimnya di Palestina. Menurutnya panitia sengaja membatasi peserta karena persiapan acara ini kurang matang. Kalau yang di Jakarta hanya simbolis saja, yang di daerah akan digelar acara besar-besaran.
Terlepas apapun penjelasan inisiator acara, Unggun-Samuel-Dahana, kaum Muslimin Indonesia sudah pasti tidak boleh tinggal diam. Kaum Muslimin wajib menolak hubungan apapun dengan kafir penjajah Israel. Tidak ada kata damai dengan Israel sebelum mereka mengembalikan hak tanah Palestina seluruhnya kepada pemiliknya semula, kaum Muslimin di Palestina. Allahu Akbar!
(M Fachry/arrahmah.com)


GEORGIA TETAP SASARAN PENGIRIMAN SENJATA AMERIKA SERIKAT DAN ISRAEL


 04-04-2011
  


 Penulis : Hendrajit (Direktur Global Future Institute)

Bagaimana rencana Amerika Mengirim Senjata ke Georgia? Nampaknya masih tetap perlu dicermati oleh para penentu kebijakan luar negeri Indonesia, mengingat kasus keterlibatan pabrik senjata PINDAD sempat disebu-sebut dalam kasus penangkapan kapal berawak 14 orang Georgia oleh pemerintah Filipina pada 2010 lalu.
Menurut berbagai data yang berhasil dihimpun tim riset Global Future Institute, pemerintah Obama berniat akan memasok ke Georgia senjata-senjata anti-pesawat terbang dan anti-tank senilai puluhan juta dolar melalui negara ketiga. Menurut rincian informasi yang kami terima, senjata-senjata yang akan dipasok itu akan terdiri sistem pertahanan udara Patriot, rudal anti-pesawat terbang Stinger dan portabel Igla-3, di samping rudal-rudal anti-tank Javelin dan Hellfire-2. Bahkan informasi beberapa waktu lalu mengindikasikan bahwa Ukrainia juga memasok senjata ke Georgia. 

Direktur Jenderal Perusahaan Ukrainia Ukrspetsexport, Sergei Bondarchuk, mengatakan bahwa perusahaan telah bertindak dan terus menandatangani ontrak kerjasama dengan Pemerintah Georgia untuk penyediaan senjata. 

Tentu saja manuver Georgia dan Ukraina yang dulunya dua negara eks jajahan Uni Soviet tersebut, bisa dibaca oleh Rusia dan negara-negara di kawasan Asia Tengah, sebagai pemicu destabilisasi di kawasan tersebut. Apalagi pertaruhan Amerika di Asia Tengah lewat Afghanistan, boleh dikatakan sangat vital. Buktinya, Amerika tetap menambah personil militernya sekitar 30 ribu tentara. 

Soal pengiriman senjata ke Georgia ini memang penuh misteri hingga sekarang. Menyusul penangkapan kapal berbendera Panama dan berawak Georgia pada Mei 2010 lalu di Filipina, terungkap adanya enjata-senjata berjenis Pindad SS1-V1  produk dari PINDAD Indonesia. Sayangnya waktu itu masih diragukan apakah ini replika atau berasal dari Israel. 

Pertanyaannya kemudian apakah PT. Pindad memproduksi dan memperdagangkan senjata buatan Israel dengan merek Galil tersebut? Inilah misteri yang masih sulit dijawab. 

Yang jelas, berbagai indikasi membuktikan adanya pengiriman senjata ke Georgia dari berbagai negara. Antara lain Perancis dan Israel. Sejak 2009 lalu, Georgia telah menandatangani kontrak dengan Perancis untuk melengkapi angkatan perang udara Georgia dengan sistem spionase dan perang elektronik seperti sistem anti-aircraft dan radar mid-mobile. Suatu bukti bahwa Georgia sedang pada taraf memperkuat dan mengembangkan kemampuan militernya pada skala yang lebih optimal. 

Apalagi Azerbaijan, salah satu sekutu Georgia  yang sama-sama pro Amerika dan Israel, juga semakin memper-erat kerjasama militernya bersama Israel. Dengan dalih untuk mengepung Republik Islam Iran, Amerika dan Israel telah menyetujui bantuan pengiriman senjata senilai 100 juta dolar Amerika. 

Sehingga beberapa pakar yang mengamati situasi ini, mengingatkan bahwa setiap penjualan senjata, khususnya dari Israel ke negara ini merupakan langkah provokatif yang dapat menciptakan bahaya di kawasan Kaukasus.  

Kekhawatiran yang cukup masuk akal juga. Masih segar dalam ingatan kita ketika penjualan senjata Israel ke Georgia dan dukungan logistik ke Tbilisi merupakan dua faktor asli perang antara Georgia dan Rusia. Dua faktor itu pula yang membuat Georgia berani melakukan petualangan berbahaya  dengan mengadakan latihan militer bersama dengan Pakta Pertahanan Eropa Barat (NATO), sehingga memicu Rusia untuk melakukan serangan balik ke wilayah Ossetia Selatan, sekaligus memukul secara telak pasukan militer Georgia.  Sekaligus mengirim pesan kepada Amerika dan Sekutnya agar jangan coba-coba bermain api di kawasan Kaukasus. 

Situasi semakin memanas ketika terbetik kabar bahwa dalam beberapa tahun terakhir ini telah memberi bantuan peralatan militer kepada Georgia berupa 30 unit pesawat mata-mata tanpa awak.

LINGKUNGAN HIDUP




16-06-2009
Imbas Aktifitas Pertambangan
Daftar Dosa Beberapa Perusahaan Tambang Asing di Indonesia
Penulis : Tim Riset Global Future Institute(GFI)

Indonesia sebenarnya kaya akan sumberdaya alam, namun posisi tawar Indonesia di hadapan negara-negara asing tetap saja lemah. Sudah barang tentu karena sumber segala keruwetan adalah UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.
Indonesia sebenarnya kaya akan sumberdaya alam, namun posisi tawar Indonesia di hadapan negara-negara asing tetap saja lemah. Sudah barang tentu karena sumber segala keruwetan adalah UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Melalui UU ini, ternyata banyak sekali pasal yang menguntungkan perusahaan tambang asing dan merugikan masyarakat. Singkat cerita, UU  pemerintah telah melepaskan perannya dalam pengelolaan sumberdaya alam dan menyerahkan kepada para pemodal asing. 

Pasal 2 misalnya menyebutkan, bahwa pertambangan mineral dan/atau batubara dikelola berazaskan manfaat, keadilan, dan keseimbangan. Berarti, selama pemerintah memandang adanya kepemilikan asing bisa menguntungkan, maka kepemilikan modal mayoritas dari perusahaan asing boleh-boleh saja. 

Tapi nyatanya, beberapa perusahaan tambang asing justru malah menjadi sumber bencana bagi masyarakat Indonesia. 

PT Freeport McMoran Indonesia 

Inilah tantangan besar bagi para calon presiden yang akan berlaga pada 8 Juli mendatang. PT Freeport Indonesia yang saham mayoritasnya dikuasai perusahaan tambang Amerika Serikat, hingga detik ini telah berhasil menyedot kekayaan emas sekitar 1500 ton emas. Namun pengelolaan tambang emas itu sama sekali tidak membawa pengaruh nyata bagi kesejahteraan masyarakat Papua itu sendiri.

PT Freeport McMoran Indonesia adalah perusahaan tambang paling tua yang beroperasi di Indonesia. Perusahaan tambang Amerika ini sering dianggap mendikte kebijakan pertambangan di Indonesia. Salah satu bukti, Kontrak Karya PT Freeport Indonesia ditetapkan sebelum diberlakukannya UU Nomor 11/1967 tentang Pertambangan umum. 

PT Freeport yang berlokasi di  Grasberg dan Easberg, Pegunungan Jaya Wijaya, menguasai 81,28% saham, sedangkan PT Indocopper Investama sebesar 9,36%, dan pemerintah Indonesia sebesar 9,36%.

Luas konsesi yang diberikan kepada Freeport pun luar biasa, 1,9 juta hektar lahan di Grasberg dan 100 km2 di Easberg. 

Namun, kehadiran Freeport justru menjadi bencana bagi masyarakat Papua daripada berkah. Bayangkan. Penambangan yang dilakukan Freeport telah menggusur ruang penghidupan suku-suku di pegunungan tengah Papua. Tanah-tanah adat tujuh suku, di antaranya suku Amungme dan Nduga, telah dirampas sejak awal masuknya Freeport. 

Limbah tailling yang dihasilkan PT Freeport telah menimbun 110 km2 wilayah  Estuari dan mengalami pencemaran linkungan. Sekitar 20-40 km bentang sungai Ajkwa beracun dan 133 km2 lahan subur terkubur akibat pembuangan limbah tailing tersebut. 

Ketika banjir tiba, kawasan-kawasan subur di lokasi itupun tercemar. Perubahan arah sungai Ajkwa pada perkembangannya telah menyebabkan banjir, kehancuran hutan-hutan tropis(21 km2), dan menyebabkan daerah yang semula kering menjadi rawa.

Kau perempuan di Papua tidak bisa lagi mencari siput di sekitar sungai yang merupakan sumber protein bagi keluarga. Gangguan kesehatan juga terjadi akibat masuknya orang luar ke Papua. Timika, kota tambang PT Freeport Indonesia, merupakan kota dengan penderita HIV/AIDS tertinggi di Indonesia. 


PT Newmont Nusa Tenggara (NNT)

PT NNT ini, 80% sahamnya dikuasai oleh PT Newmont Mining Corp, sisanya sebear 20% dimiliki oleh PT Pukuafu Indah milik Yusuf Merukh. Sedangkan investasi yang ditanam sebesar 1,9 miliar dolar Amerika. 

Luas konsesi yang diberikan kepada NNT seluas .1.127.134 hektar lahan, meliputi wilayah pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Mulai berproduksi sejak tahun 2000.

Metode pertambangan NNT ini sudah selayaknya perlu diawasi secara intensif. PT NNT menggunakan metode pertambangan open pit(tambang terbuka) dan membuang limbah sisa olahan dengan menggunakan sistem submarine tailing disposal(STD). 

Berarti, sedikitnya 110 ribu ton tailing telah dibuang ke laut setiap hari oleh perusahaan tersebut. 

Bukan itu saja. Beberapa sentra pemukiman seperti di Desa Tongo Sejorong di lingkar tambang sekarang sudah tidak dapat menjalankan kegatan pertanian secara normal, karena praktek pertambangan yang boros air telah berakibat timbulnya kekeringan lingkungan sekitar. 

Para nelayan di pesisir pantai Sumbawa Barat seperti Pantai Benete, Labu Lalar, dan Poto Tano, sekarang tidak lagi dapat memperoleh ikan dari perairan mereka. Akibat tercemar tailing, para nelayan di Kabupaten Lombok Timur yang menggantungkkan penghidupannya terhadap potensi perikanan selat alas, telah kehilangan sejumlah besar hasil tangkapan ikan. 

PT Newmont Minahasa Raya

Perusahaan tambang Amerika Newmont Indonesia Ltd ini menguasai 80% saham pertambangan dan sisanya 20% dimiliki PT Tanjung Serapung. Perusahaan tambang  yang berlokasi di Minahasa, Sulawesi Utara itu, dikenal memiliki reputasi buruk dengan munculnya kasus Buyat. Saat ini diperkirakan ada 5 juta ton tailing di Teluk Buyat sejak Newmont mengakhiri tambangnya tahun 2003. 

Akibat penambangan PT Newmont tersebut, kini 80% dari 266 warga Teluk Buyat mengalami gangguan kesehatan, mulai dari kesehatan kulit hingga reproduksi. Logam berat Arsen telah mencemari sumur-sumur warga di Kampung Ratatotok dan Buyat sejak Newmont menambang. 

Alhasil, pada Juni 2005, 68 Kepala Keluarga Buyat pantai memutuskan untuk pindah pemukiman ke Duminanga. 

PT Lapindo Brantas Inc

Inilah skandal terbesar yang dilakukan perusahaan tambang. Berlokasi di Blok Brantas, Jawa Timur, Lapindo Brantas Inc dibentuk pada 1996 dengan membeli saham milik HUFFCO dan menjadi operator kontrak bagi hasil Blok Brantas, Jawa Timur. 

Komposisi pemilikan saham, PT Medco E&P Brantas 32%, Santos(Brantas) Pty Ltd 18%, dan PT Energi Mega Persada 50%. 

Akibat kelalaian Lapindo, pada 29 Mei 2006, lumpur panas menyembur dari sumur Banjar Panji-1 di desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Sidoardjo, Jawa Timur. 

Semburan lumpur tersebut telah menimbulkan korban setidaknya 21 ribu jiwa atau lebih dari 3.500 KK mengungsi, belasan desa terendam, ratusan hektar lahan pertanian terendam, puluhan bangunan sekolah terendam, dan tak kurang 20 perusahaan tutup. 

Bahkan semburan lumpur Lapindo tersebut telah meningkatkan angka pengangguran akibat kehilangan pekerjaan. Kejadian ini juga telah melumpuhkan transportasi jalan tol Porong, Gempot, dan Surabaya, yang kerugiannya juga mengimbans pada perusahaan-perusahaan jasa angkutan dan transportasi ekonomi lainnya. 


CNOOC SES Ltd dan BP Java West Ltd

Tumpahan minyak di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu telah terjadi sejak Desember 2003. Ketika pertama kali ditemukan gumpalan minyak(tar ball) di sekitar Pulau Pabelokan. Tumpahan minyak semakin meluas hingga awal Mei 2004. Sehingga mencemari kawasan Taman Nasional Laut di Pulau Seribu. 

Hal ini tidak saja mencemari perairan laut sekitar Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, melainkan juga telah mencemari pulau-pulau sekitarnya. Terbanyak terjadi pada 2003 hingga mencapai 78 pulau. 

Meski hasil penyelidikan dan uji lab atas sampel minyak yang terpapar sangat identik dengan crude oil yang berasal dari sumur-sumur CNOOC, namun tetap sulit untuk menjerat siapa yang paling bertanggung jawab. 

Usaha untuk memperkarakan pencemaran Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu oleh tim terpadu justru malah dihentikan penegak hukum yaitu kepolisian dengan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan(SP3). 

Inilah bukti nyata betapa kuatnya pengaruh perusahaan tambang multinasional dalam mempengaruhi kinerja para penegak hukum. 
PT Nusa Halmahera Minerals Ltd(PT NHM)

Perusahaan tambang jenis produksi emas ini berlokasi di Pulau Halmahera. Newcrest Singapore Holdings Pte Ltd (Australia) menguasai saham 82,5%, dan sisanya PT Aneka Tambang (Indonesia) 16,5%. 

PT NHM inilah.salah satu dari 13 perusahaan skala besar asing yang berhasil mendorong amandemen UU Kehutanan Nomor 41 tahun 1999 yang melarang pertambangan terbuka di hutan lindung. 

Dengan UU kehutanan baru, PT NHM lalu menyelesaikan penggalian lubang tambangnya di Toguraci yang semula merupakan hutabn lindung dan hutan adat suku Soa Pagu. 

Bahkan saat ini, PT NHM telah meluaskan operasinya ke kawasan Anggrek, Langsa, Donga, Maruwit, dan Kayu Manis. Kawasan tersebut adalah kawassan hutan adat Soa Pagu.

Tidak sampai di situ saja daftar dosa PT NHM. Lubang bekas pertambangan seperti di lubang tambang (pit) Gosowong, dibiarka begitu saja. Padahal masih menyisakan bahan galian/bijih emas dan perak, serta longsoran yang dapat menimbulkan air asam tambang dan berpotensi mencemari badan sungai Tobobo. 

Diduga limbah PT NHM juga mencemari teluk KAO. Terbukti sejak PT NHM beroperasi, ikan teri dan udang kecil menghilang dari kawasan tersebut. 

Padahal dulunya adalah sentra penghasil teri di kawasan Halmahera Utara. Alhasil, ratuan orang sekarang kehilangan pekerjaan. Sebagian lainnya merubah mata pencahariannya menjadi penambang galian C. 

Bahkan bia kodok(sejenis kerang) yang dulunya menjadi sumber protein bagi petani menjadi susah dicari. Air sungai pun keruh dan tak bisa lagi diminum. 


PT Kaltim Prima Coal (KPC)

Perusahaan yang bergerak dalam jenis galian batubara ini, berlokasi di Kalimantan Timur. Saham dimiliki oleh Bumi Resurces yang sebelumnya dimiliki oleh Rio Tinto dan BP.

PT KPC membebaskan lahan warga dengan dalih peruntukan jalur hijau. Perusahaan ini juga menggusur tanah milik kelompok tani Bersatu Desa Sepaso Kutai Timur. Ada 60 hektar lahan  kelompok tani dirusak dan dibor KPC.

Aktivitas penambangan KPC mengakibatkan air sungai Sengata menjadi tak bisa diminum karena limbah batubara. Selain itu, penambangan batubara juga mencemari udara. 


PT INCO

PT Inco beroperasi lebih dari 30 tahun di Indonesia. Saham mikik CVRD/Inco-Brazil , INCO Limited dan Sumitomo. 

Yang menjadi soal adalah, sebagian kawassan tambang berada di hutam lindung. Karena PT Inco menyerobot hutan damar dan rotan milik masyarakat adat. Menurut informasi, ketika membangun kota kecil di Soroako, PT Inco menghargai tanah petani dengan sangat murah. 

Sawah warga Dongi diubah jadi lapangan golf. Warga terpaksa membangun rumah di atas limbah batuan. Sebagian warga Soroako dipaksa meninggalkan danau Towuti yang berlumpur dengan kadar E-coli menjadi 2400 ppjm. Normalnya,  sebenarnya hanya 200 ppm. 

Tidak ada layanan kesehatan, pendidikan, listrik, atau air bersih. Asap hitam-coklat dari pabrik membuat Soroako dan sekitarnya dipenuhi debu. Inilah bukti bahwa PT Inco telah berbohong bahwa dalam kegiatannya akan ramah lingkungan. 

Kerusakan lingkungan yang terjadi tidak sebandeing dengan royalti 0,015%/kg nikel kepada pemerintah Indonesia dengan sewa lahan hanya US$ 1,5/ha per tahun. PT Inco hanya memperkerjakan 5% penduduk lokal yang kebanyakan menjadi pekerja kasar. 

Pantas Bung Karno pernah bilang, kita ini negara kuli dan kuli di antara bangsa-bangsa.  

Tim Riset Global Future Institute (GFI)



Selasa, 03 Mei 2011

APA SIH GUNANYA "POLISI TIDUR"?





Polisi tidur adalah gundukan atau tanggul yang dibuat melintang di tengah jalan untuk membatasi kecepatan laju kendaraan. Walaupun posisinya tidur, tapi dia siaga setiap saat, sepanjang hari sepanjang malam memberi peringatan kepada para pengguna jalan yang melewatinya untuk memperlambat laju kendaraannya. Polisi tidur ini terutama banyak dijumpai di jalan jalan lingkungan pemukiman atau perumahan. Tapi fenomena saat ini, selain di lingkungan pemukiman, polisi tidur sudah banyak ditemui di mana mana, di jalan jalan lokal di dalam sebuah kota. Saking demikian banyaknya, mungkin sudah bisa dikatakan bahwa sekarang ini sudah mewabah pembuatan polisi tidur yg dilakukan oleh masyarakat.



Keberadaan polisi tidur yang tak tidur ini sebenarnya sudah sama sama kita ketahui mempunyai dampak positif dan negatifnya. Kendaraan yang melewati jalan ini akan hati hati/pelan pelan adalah tujuan utamanya atau dampak positifnya. Sedangkan dampak negatifnya adalah apabila polisi tidur ini dibuat sedemikian rupa, seperti terlalu vertikal, terlalu besar, kasar dan asal jadi maka akan membuat kendaraan yang melewatinya susah, jalan jadi cepat rusak dan di jalan yang mobilitasnya tinggi akan menimbulkan kemacetan/antrian. Belum lagi keluhan dari para ibu hamil, orang sakit yang pergi berobat melewati jalan itu, dan berbagai umpatan dari orang yang emosional. Pada intinya hal ini sangat mengganggu sekali bagi para pengguna jalan.

Sebenarnya pembuatan polisi tidur ini diatur dalam Kepmenhub No. KM3 tahun 1994. Polisi tidur hanya boleh dibangun di tiga tempat yaitu :

1. Jalan di lingkungan pemukiman.
2. Jalan lokal dengan kelas III C (kekuatan di bawah 5 ton).
3. Pada jalan jalan yang sedang dilakukan pekerjaan kontruksi.

Namun dalam kenyataannya, banyak masyarakat yang membuat polisi tidur tidak memperhatikan peraturan yang ada. Semisal kontruksi yang dibuat asal jadi, tidak pernah meminta izin ke pihak yang berwenang dalam hal ini dan tidak dilakukan pengecatan.

Berdasarkan ketentuan yang berlaku, polisi tidur harus memenuhi syarat syarat sebagai berikut:


Dibuat memanjang dan melintang seperti travesium.
Tinggi maximum 12 cm.
Bagian pinggir mempunyai kelandaian 15%.
Dicat warna hitam dan putih dengan komposisi.
• Hitam panjang 30 cm.
• Putih panjang 20 cm.
Meminta izin ke dinas perhubungan.

Atas dasar itulah mungkin sebaiknya pembuatan polisi tidur harus dipikirkan secara matang terlebih dahulu. Selain memang ada dampak positif, tapi juga ada dampak negatifnya. Bahkan kalau kita melihat dari kacamata agama bahwa :

1. Orang yang sedang dalam perjalanan sebenarnya dalam posisi sebagai orang yang dimuliakan, dimudahkan oleh Tuhan. Makanya sangat tidak sesuai jika kemudian kita malah menghalangi dan mengganggu perjalanan seseorang.

2. Tidak diperbolehkannya membangun sesuatu di atas tanah milik orang lain. Sedangkan jalan adalah milik negara yang merupakan hak orang banyak. Oleh karena itu tidak ada hak kita untuk membangun sesuatau di atasnya termasuk polisi tidur.

3. Dan yang paling bahaya apabila kita dianggap mengganggu perjalanan orang dan di situ ada dosa kecil yang dibebankan kepada kita, maka bayangkan berapa ribu orang yang terganggu, berapa ribu dosa kecil yang harus kita tanggung dalam sehari, sebulan, setahun.

Senin, 02 Mei 2011

HARI PENDIDIKAN NASIONAL : POTRET BURAM PENDIDIKAN NASIONAL




Bagi bangsa yang ingin maju dan unggul dalam persaingan global, pendidikan merupakan kunci utamanya. Pendidikan adalah tugas negara yang paling penting dan sangat strategis. Sumberdaya manusia yang berkualitas merupakan prasyarat dasar bagi terbentuknya peradaban yang baik. Sebaliknya sumberdaya manusia yang buruk, akan secara pasti melahirkan masyarakat yang buruk pula.

Untuk mengantar kepada visi pendidikan yang demikian, dan melihat realitas pendidikan di negeri ini masih sangat jauh dari harapan .
Bahkan, jauh tertinggal dari negara – negara lain. Hal ini setidaknya dapat dilihat dari tiga hal :

Paradigma Pendidikan Nasional

Dalam UU Sisdiknas N0. 20 Tahun 2003 tampak jelas adanya dikotomi pendidikan agama dan umum yang bisa melahirkan pendidikan sekuler materialistik. Padahal sistem pendidikan yang dikotomis semacam ini telah terbukti gagal melahirkan manusia utuh (soleh) yang berkepribadian Islam sekaligus mampu menjawab tantangan dan perkembangan penguasaan sains dan teknologi.

Dari sistem pendidikan ini, terdapat kesan yang kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu (iptek) yang dilakukan Depdiknas dipandang sebagai tidak berhubungan dengan Agama (Islam). Sementara pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan, justeru kurang tergarap secara serius. Kurikulum Agama (Islam) hanya ditempatkan sekadar sebagai salah satu aspek yang perannya sangat minimalis dan bukan menjadi dasar utama dari seluruh aspek kehidupan.

Ini artinya, sangat jelas tidak akan mampu mewujudkan anak didik yang sesuai tujuan pendidikan nasional itu sendiri, yaitu mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, berkepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Karena itu, pendidikan yang sekuler materialistik ini memang bias melahirkan orang yang menguasai sains teknologi melalui pendidikan umum yang diikutinya. Namun, pendidikan semacam ini terbukti gagal membentuk kepribadian peserta didik dan penguasaan pengetahuan keislaman. Betapa banyaknya lulusan pendidikan umum yang tetap saja “buta agama” dan rapuh kepribadiannya. Sebaliknya, yang belajar dalam lingkungan pendidikan agama memang menguasai pengetahuan keislaman dan secara relatif kepribadiannya tergarap dengan baik, tetapi disisi lain terkesan buta terhadap ilmu-ilmu kehidupan modern.

Apa yang terjadi selanjutnya? Sektor-sektor kehidupan modern seperti industri manufaktur, perdagangan, jasa, eksplorasi SDA, perbankan, dan lain-lain lebih banyak diisi oleh orang-orang yang mengerti pengetahuan Islam lebih banyak berkumpul di dunianya, seperti madrasah, dosen/guru agama, Depag, dan pada umumnya tidak mampu bersaing dan terjun pada sector-sektor modern.

Dan ujung-ujungnya, merebaknya wabah korupsi di negeri ini karena akibat keterbelahan sistem pendidikan ini, termasuk berbagai penyakit sosial lainnya. Hal ini telah kita rasakan sampai saat ini.

Biaya Pendidikan Mahal Selangit

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini yang sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh masyarakat agar anaknya dapat menikmati pendidikan. Hal ini dapat terlihat dari Taman Kanak – Kanak (TK) sampai Perguruan Tinggi (PT) yang membuat masyarakat miskin tidak memiliki kesempatan yang sama dengan kaum the haves (golongan kaya). Tentu tidak ada pilihan lain, kecuali putus sekolah.

Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pendidikan sebagai pelayanan publik, tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35 – 40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong terjadinya privatisasi pendidikan. Apa akibatnya? Sekitar yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban pertama. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5-2005). Menurut data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Kementerian Keuangan, utang pemerintah Indonesia periode Januari – Agustus 2010 tercatat sebesar Rp. 1. 654,9 triliun (media umat, edisi 48 3-23/12/2010). Artinya, jerat utang ini akan terus menjadi bagian dalam mengisi APBN, walaupun negeri ini berlimpah kekayaan alamnya.
Dan tentu saja, dana pendidikan akan tetap terjerumus dengan utang yang besar itu.

Karena itu, jika alasannya pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya bertolak di Indonesia. Di luar negeri, misalnya Jerman, Perancis, Belanda dan dibeberapa Negara berkembang lainnya, justru banyak sekolah/perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah, bahkan ada yang gratiskan biaya pendidikannya.

Pendidikan yang berkualitas memang tidak mungkin murah, tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Kewajiban pemerintahlah atas nama Negara untuk menjamin setiap warga negaranya untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Ini vidi ideal pemerintahan dari segala strukturnya untuk mewujudkan peradaban yang memanusiakan dari sadar akan eksistensinya di muka bumi ini sebagai hamba Tuhan.

Ancaman Komersialisasi

Orang miskin dilarang sekolah! Dari tahun ketahun, tidak lama lagi, mungkin itu yang akan terjadi di Indonesia. Pasalnya sekolah semakin mahal. Untuk masuk TK sampai perguruan tinggi, apalagi unggulan, SBI, orang tua bisa menghabiskan jutaan sampai miliyaran rupiah. Memang, ada yang murah tetapi jangan ditanya kualitasnya, tentu apa adanya. Secara jujur, inilah yang disebut diskriminasi dalam dunia pendidikan kita. Kalau punya uang banyak, pasti bisa mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Dan sebaliknya, kalau terbatas dananya harus pasrah dengan kualitas pendidikan yang menyedihkan.

Kenapa? Karena seharusnya pendidikan yang berkualitas harus berlaku sama bagi siapa saja yang punya uang atau tidak. Sebab pendidikan yang berkualitas merupakan asset negara yang bukan milik orang kaya.

Sebenarnya inilah yang disebut pengapdosian kebijakan kapitalis dalam dunia pendidikan memang semakin menguat. Memang dalam sitem kapitalis, peran negara diminimalisasi, negara hanya sebagai regulator. Peran swasta pun dioptimalkan. Muncullah istilah-istilah “luhur” yang sebenarnya menimpa yaitu otonomi sekolah, otonomi kampus, dewan sekolah yang intinya negara lepas tangan terhadap dunia pendidikan. Lagi-lagi yang muncul adalah masalah pendanaan, sehingga harus banting tulang untuk mencari sumber pendanaan mulai dari buka bisnis sampai ujung-ujungnya menaikkan biaya pendidikan. Hasilnya, pendidikan benar-benar dikomersialisasikan melalui sumber dana masyarakat non – SPP yang itemnya bertumpuk.

Intervensi Asing

Meningkatnya kapitalisasi pendidikan di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari sejarah kolonialisasi. Sejak awal memang penjajah telah memformat sistem pendidikan menjadi sistem kapitalisme yang siap mengabdi kepada tuannya. Artinya, meskipun Indonesia sudah merdeka, tetapi subtansi sistem pendidikan yang sekuler materialistik yang dijalankan oleh para pemimpin yang memang dididik oleh mereka-mereka untuk mengalahkan imperialisme gaya baru.

Selanjutnya, kebijakan-kebijakan kapitalistik akan muncul subur dan tidak bisa dilepaskan dari peran intelektual yang dididik oleh “Barat” masih mencengkeram kuat negeri ini. Seperti persaingan institusi-institusi pendidikan Indonesia dengan institusi asing. Dalam hal ini, sangat jelas bahwa Indonesia masih di bawah asing. Artinya, intervensi ini terjadi melalui sistem negara yang sekuler dan para intelektualnya.

Nah, asing biasa masuk melalui beberapa jalan seperti memberikan bantuan, pinjaman, beasiswa, hibah, penelitian, dan lain-lain. Berbagai pinjaman itu dikucurkan agar kebijakan perguruan tinggi tersebut dapat tunduk di bawah tekanan dan asing yang kelak para alumni AS ini akan menjadi “diplomat” yang notabene pelanjut imperialisme baru.

Di Indonesia, jargon “pendidikan untuk semua” sering dilantunkan. Namun dibawah sistem demokrasi ini sering “dibajak” oleh pemilik modal, termasuk pemodal asing. UU Pendidikan yang dibuat sering malah berpihak kepada pendidikan mereka dan bukan pada rakyat banyak.
Itulah sistem pendidikan dalam cengkeraman kapitalisme.

Solusi fundamental dari potret buram pendidikan ini, sistem pendidikan harus diarahkan pada perubahan paradigma, yaitu pondasi dari akidah Islam yang tidak mengenal dikotomi pendidikan umum dan agama. Akhirnya lahirlah ribuan intelektual muslim yang memahami agama sekaligus siap menjawab tantangan di zamannya. Semoga!