TEMPO Interaktif, Jakarta:Pemerintah sedang menggodok Rancangan Undang Undang Komponen Cadangan yang akan mengharuskan semua warga negara mengikuti wajib militer.
"Itu salah salah satunya isinya," ujar Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Budi Susilo Sopepandji, usai kuliah umum soal pertahanan di Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Indonesia, Kamis (1/11).
Warga Negara yang berusia 18 tahun sampai 45 tahun wajib mengikuti program itu. Namun, Budi mengaku tidak ingat rentang waktu latihan dalam wajib militer tersebut. "Mereka ini akan dimasukkan dalam komponen cadangan pertahanan yang bisa dimobilisasi jika diperlukan," paparnya.
Jika pemerintah meminta, kata Budi, semua warga negara, dari berbagai profesi, tidak boleh menolak program ini. "Perusahaan juga wajib memberikan izin kepada karyawannya jika diminta ikut wajib militer."
Raden Rachmadi.
Bela Negara Melalui Komponen Cadangan
Selasa, 25 Mei 2010 09:58 WIB
Beberapa minggu terakhir ini Kementerian Pertahanan (Kemenhan) mulai sibuk menyosialisasikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Komponen Cadangan Pertahanan Negara (Komcad) ke publik. Sosialisasi ini dilakukan dengan memuat draft naskah akademik dan draft RUU Komcad lengkap dengan penjelasannya dalam situs web Direktorat Jendral Potensi Pertahanan (Ditjen Pothan). Seperti diketahui, Komcad yang sempat masuk dan gagal dalam paket pembahasan RUU rencana strategis (renstra) lima tahun Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR 2004-2009 kembali masuk dalam antrean pembahasan Prolegnas DPR tahun 2010 ini.
Gagasan yang sejak kemunculannya menuai kritik ini memang belum tuntas menjawab beberapa pertanyaan krusial publik. Pertanyaan seperti apakah komponen cadangan tersebut sama dengan konsep wajib militer yang dipahami selama ini? Jika bukan, seperti yang sering dijelaskan oleh pejabat Kemenhan bahwa ini hanya merupakan latihan dasar kemiliteran yang bersifat wajib bagi warga negara, maka pertanyaan berikutnya adalah bagaimana kita menyaring ekses negatif dari latihan yang sangat militeristik terhadap sipil ini.
Perlu untuk memikirkan dampak yang ditimbulkannya dalam jangka panjang mengingat pengalaman negara lain tentang kekerasan yang dilakukan para milisi sipil yang pernah dilatih dasar-dasar kemiliteran. Selain itu, bagaimana sifat pelibatannya, wajib atau sukarela? Jika wajib, apakah berarti melibatkan seluruh warga negara, termasuk perempuan di dalamnya? Jika sukarela, bagaimana mekanismenya?
Mengapa RUU KCPN ini penting ada, apakah dalam penyusunannya telah didahului dengan suatu kaji ulang sistem pertahanan yang akan memberikan gambaran/perkiraan tentang kondisi nyata potensi pertahanan, yang meliputi sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan? Apakah pembentukan komponen cadangan yang diatur dalam RUU ini dimaksudkan untuk melipatgandakan kekuatan TNI atau untuk memperkuat sistem pertahanan nasional sebagaimana diatur dalam UU No. 3/2002 tentang Pertahanan Negara? Karena keduanya memiliki implikasi yang berbeda.
Jika kita mengacu pada Pasal 7 UU No. 3/2002 tegas menyatakan bahwa penggunaan komponen cadangan ditujukan untuk mendukung tugas komponen utama (TNI) dalam sistem pertahanan negara untuk menghadapi ancaman militer. Dalam konteks ini, sebaiknya gagasan pembentukan komponen cadangan tidak memiliki relasi dengan aspek-aspek yang berhubungan dengan keadaan darurat sipil dan militer, karena hanya memiliki relasi langsung dengan kondisi negara dalam keadaan darurat perang.
Jika kita mengacu kepada keadaan darurat perang, jenis perang seperti apakah yang bakal kita hadapi masa kini dan masa depan? Bukankah dalam Buku Putih Pertahanan Indonesia Tahun 2003 dinyatakan bahwa ancaman invasi atau agresi militer negara lain terhadap Indonesia diperkirakan kecil kemungkinannya. Ditegaskan pula dalam Buku Putih Pertahanan Indonesia tahun 2008, yaitu dengan mencermati perkembangan lingkungan keamanan strategis Indonesia pasca-2003, pada saat ini dan dalam beberapa tahun mendatang belum terdapat indikasi ancaman militer konvensional yang mengarah ke wilayah Indonesia yang memerlukan mobilisasi kekuatan rakyat.
Sebagian besar pertanyaan tersebut memang menyiratkan sebuah kekhawatiran publik. Pertanyaan itu bukan datang dari sebuah ruang kosong yang menihilkan basis empirik, melainkan sebuah pengalaman pahit dari masa lalu, tentang kekerasan dari sebuah rezim yang militeristik.
Persoalannya bukanlah sekedar direduksi menjadi menerima atau menolak Komcad, tetapi diperlukan sebuah dasar pemikiran komprehensif yang mampu mengawinkan antara gagasan di tingkat normatif dan pengalaman empirik. Yang perlu dipertimbangkan dalam pembahasan Komcad ini adalah, pertama, perlu dipahami bahwa penjelasan dalam bingkai kepatuhan terhadap konstitusi semata tidak cukup untuk menggerakkan warga agar terlibat dalam bela negara.
Perlu dasar filosofi yang kuat berbasiskan pengalaman empirik dan manfaat yang menyertai pentingnya Komcad ini. Beberapa landasan hukum yang sering ditengarai sebagai dasar dari diberlakukannya Komcad adalah UUD 1945 Pasal 27 tentang Warga Negara dan Penduduk. Dalam ayat (3) disebutkan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Ditegaskan lagi dalam Pasal 30 UUD 1945, terutama pada ayat (2), bahwa usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.
Kalimat Komponen cadangan baru muncul dalam Pasal 7 UU No. 3/2002 tentang Pertahanan Negara pada ayat (2), yaitu sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan TNI sebagai komponen utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung. Pasal-pasal di atas masih sangat bisa diperdebatkan. Misalnya, apakah format komponen cadangan merupakan satu-satunya pengejawantahan dari wajib bela negara yang diamanatkan konstitusi. Kedua, perlu dipertimbangkan dari besaran anggaran dan mekanisme pembiayaannya agar tidak terlalu membebani keuangan negara. Menurut penjelasan Dirjen Pothan Kemenhan, Budi Susilo Supandji, pada 2007 lalu, kemungkinan dana yang diperlukan sekitar Rp 15 juta sampai Rp 40 juta per orang/tahun dalam 30 hari latihan.
Ketiga, pelibatan publik seperti akademisi, civil society organization, praktisi dan media dalam pembahasan RUU Komcad penting dilakukan secara terus-menerus, agar mendapatkan pemahaman mendalam dalam rangka penyempurnaan draft RUU yang ada. Draft naskah akademik yang kuat dan RUU Komcad yang menampung banyak aspirasi publik menjadikannya bukan lagi sebagai beban kewajiban yang memaksa warga negara, namun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar