Senin, 18 April 2011

SEBAGIAN ANGGOTA DPR MENGALAMI AMNESIA




KOMPAS.com — Ketika Konrad Hermann Josef Adenauer (1876-1967) memimpin Republik Federasi Jerman sebagai kanselir pertama (1949-1963), seorang politikus muda marah kepadanya, "Bagaimana mungkin Anda berani mengatakan persis kebalikannya dari apa yang Anda katakan sebulan silam?" Adenauer tidak marah, dia hanya menjawab singkat, "Peduli apa saya dengan omongan saya yang kemarin-kemarin."

Sikap Adenauer tersebut tampaknya bisa menjadi pintu masuk untuk memahami panggung politik Indonesia, terutama dengan perilaku para elitenya. Sikap politikus yang tidak konsisten, mengabaikan nilai-nilai kejujuran, mengabaikan etika dan moralitas, barangkali sudah menjadi rahasia umum di negeri ini. Dengan berbagai sepak terjangnya yang dinilai berseberangan dengan "suara rakyat", tampaknya amat sulit untuk memberikan penilaian yang positif buat mereka.

Kasus yang akhir-akhir ini mendapat perhatian begitu luas adalah soal rencana pembangunan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat. Rencana itu tentu saja mendapat gugatan sebab anggarannya mencapai Rp 1,8 triliun. Bukan saja rencana pembangunan gedung itu menguras pundi-pundi negara, tetapi juga dinilai telah menzalimi rakyat yang tengah bergelut habis-habisan untuk bisa lepas dari belitan kemiskinan.

Kritik keras masyarakat sipil tak membuat hati wakil rakyat luluh walaupun akhirnya anggaran pembangunan diturunkan menjadi Rp 1,138 triliun. Namun, dengan kewenangan yang dimiliki, pimpinan dan anggota DPR ngotot membangun gedung berlantai 36 tersebut. 
Pada rapat konsultasi pimpinan DPR dengan para pimpinan fraksi dan BURT DPR, Kamis (7/4), diputuskan bahwa pembangunan gedung DPR itu dilanjutkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar