Senin, 22 November 2010

IQ, EQ dan SQ(MENGAPA BANYAK ORANG CERDAS YANG GAGAL)



PEMBUKAAN: 
Kecerdasan merupakan salah satu anugerah besar dari Allah SWT kepada manusia dan menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dengan kecerdasannya, manusia dapat terus menerus mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks, melalui proses berfikir dan belajar secara terus menerus.
Berdasarkan temuan dalam bidang antropologi, kita mengetahui bahwa jutaan tahun yang lalu di muka bumi ini pernah hidup makhluk yang dinamakan Dinosaurus yaitu sejenis hewan yang secara fisik jauh lebih besar dan kuat dibandingkan dengan manusia. Namun saat ini mereka telah punah dan kita hanya dapat mengenali mereka dari fosil-fosilnya yang disimpan di musium-musium tertentu. Boleh jadi, secara langsung maupun tidak langsung, kepunahan mereka salah satunya disebabkan oleh faktor keterbatasan kecerdasan yang dimilikinya. 
Lantas, apa sesungguhnya kecerdasan itu ? Sebenarnya hingga saat ini para ahli pun tampaknya masih mengalami kesulitan untuk mencari rumusan yang komprehensif tentang kecerdasan yang sesungguhnya bersifat kompleks 

IQ: 
Memang, semula kajian tentang kecerdasan hanya sebatas kemampuan individu yang bertautan dengan aspek kognitif atau biasa disebut Kecerdasan Intelektual yang bersifat tunggal. Dari kajian ini, menghasilkan pengelompokkan kecerdasan manusia yang dinyatakan dalam bentuk Inteligent Quotient (IQ), yang dihitung berdasarkan perbandingan antara tingkat kemampuan mental (mental age) dengan tingkat usia (chronological age), merentang mulai dari kemampuan dengan kategori Ideot sampai dengan Genius 
Selama bertahun-tahun IQ telah diyakini menjadi ukuran standar kecerdasan, namun sejalan dengan tantangan dan suasana kehidupan modern yang serba kompleks, ukuran standar IQ ini memicu perdebatan sengit dan sekaligus menggairahkan di kalangan akademisi, pendidik, praktisi bisnis dan bahkan publik awam, terutama apabila dihubungkan dengan tingkat kesuksesan atau prestasi hidup seseorang.

EQ: 
Adalah Daniel Goleman (1999), salah seorang yang mempopulerkan jenis kecerdasan manusia lainnya yang dianggap sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi terhadap prestasi seseorang, yakni Kecerdasan Emosional, yang kemudian kita mengenalnya dengan sebutan Emotional Quotient (EQ). Goleman mengemukakan bahwa kecerdasan emosi merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. EQ(kecerdasan emosional) berkaitan dengan sikap, motivasi, sosiabilitas, serta aspek-aspek emosional lainnya, merupakan faktor-faktor yang amat penting bagi pencapaian kesuksesan seseorang.

PERBEDAAN IQ DAN EQ: 

Berbeda dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang cenderung bersifat permanen, kecakapan emosional (EQ) justru lebih mungkin untuk dipelajari dan dimodifikasi kapan saja dan oleh siapa saja yang berkeinginan untuk meraih sukses atau prestasi hidup.

SQ 

Pekembangan berikutnya dalam usaha untuk menguak rahasia kecerdasan manusia adalah berkaitan dengan fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan. Kecerdasan intelelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ) dipandang masih berdimensi horisontal-materialistik belaka (manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial) dan belum menyentuh persoalan inti kehidupan yang menyangkut fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan (dimensi vertikal-spiritual). Berangkat dari pandangan bahwa sehebat apapun manusia dengan kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosionalnya. pada saat-saat tertentu, melalui pertimbangan fungsi afektif, kognitif, dan konatifnya manusia akan meyakini dan menerima tanpa keraguan bahwa di luar dirinya ada sesuatu kekuatan yang maha Agung yang melebihi apa pun, termasuk dirinya. 
Pada tahun 1997 Ramachandran menemukan adanya God Spot dalam otak manusia, yang sudah secara built-in merupakan pusat spiritual (spiritual centre), yang terletak diantara jaringan syaraf dan otak menunjukkan adanya proses syaraf dalam otak manusia yang terkonsentrasi pada usaha yang mempersatukan dan memberi makna dalam pengalaman hidup kita. Kajian tentang God Spot inilah pada gilirannya melahirkan konsep Kecerdasan Spiritual, yakni suatu kemampuan manusia yang berkenaan dengan usaha memberikan penghayatan bagaimana agar hidup ini lebih bermakna. Dengan istilah yang salah kaprahnya disebut Spiritual Quotient (SQ)

IQ,EQ,DAN SQ

PENERAPAN DALAM KEHIDUPAN: 
Berkat kecerdasan intelektualnya, memang manusia telah mampu menjelajah ke Bulan dan luar angkasa lainnya, menciptakan teknologi informasi dan transportasi yang menjadikan dunia terasa lebih dekat dan semakin transparan, menciptakan bom nuklir, serta menciptakan alat-alat teknologi lainnya yang super canggih. Namun bersamaan itu pula kerusakan yang menuju kehancuran total sudah mulai nampak. Lingkungan alam merasa terusik dan tidak bersahabat lagi. Lapisan ozon yang semakin menipis telah menyebabkan terjadinya pemanasan global, banjir dan kekeringan pun terjadi di mana-mana.Ini adalah bukti kecerdasan intelektual yang tidak diiringi dengan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritualnya, tampaknya hanya akan menghasilkan kerusakan dan kehancuran bagi kehidupan dirinya maupun umat manusia. Dengan demikian, apakah memang pada akhirnya kita pun harus bernasib sama seperti Dinosaurus ?

Ane tidak yakin agan2 sekalian baca penjelasan saya di atas.Anggap aja sebagai formalitas.
Di bawah ini saya paparkan hal2 penting berkaitan dengan IQ,EQ,DAN SQ.
Santai aja gan,di bawah ini tulisannya singkat dan padat semoga agan membacanya!!

MANAKAH YANG LEBIH PENTING?

Dengan tidak bermaksud mempertentangkan mana yang paling penting, apakah kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional atau kecerdasan spiritual, ada baiknya kita mengambil pilihan eklektik dari ketiga pilihan tersebut.
Sebagai pribadi, salah satu tugas besar kita dalam hidup ini adalah berusaha mengembangkan segenap potensi (fitrah) kemanusian yang kita miliki, melalui upaya belajar (learning to do, learning to know (IQ), learning to be (SQ), dan learning to live together (EQ), serta berusaha untuk memperbaiki kualitas diri-pribadi secara terus-menerus. 
Sebagai pendidik (calon pendidik), dalam mewujudkan diri sebagai pendidik yang profesional dan bermakna, tugas kemanusiaan kita adalah berusaha membelajarkan para peserta didik untuk dapat mengembangkan segenap potensi (fitrah) kemanusian yang dimilikinya, melalui pendekatan dan proses pembelajaran yang bermakna (Meaningful Learning) (SQ), menyenangkan (Joyful Learning) (EQ) dan menantang atau problematis (problematical Learning) (IQ)
Sebagai penutup tulisan ini, mari kita renungkan ungkapan dari Howard Gardner bahwa BUKAN SEBERAPA CERDAS ANDA TETAPI BAGAIMANA ANDA MENJADI CERDAS!

FAKTA YANG SERING TERJADI
Pertama-tama kita perlu pahami dulu bahwa kecerdasan
emosi (EQ) bukanlah lawan dari koefisien kecerdasan (IQ). EQ justru
melengkapi IQ seperti halnya kecerdasan akademik dan ketrampilan
kognitif. Penelitian menunjukkan bahwa sebenarnya kondisi emosi[EQ]
mempengaruhi fungsi otak dan kecepatan kerjanya[IQ]..
IQ merupakan potensi genetik yang terbentuk saat lahir dan menjadi
mantap pada usia tertentu saat pra-pubertas, dan sesudah itu tidak
dapat lagi dikembangkan atau ditingkatkan. Sebaliknya, EQ bisa
dipelajari, dikembangkan dan ditingkatkan pada segala umur. Penelitian
justeru menunjukkan bahwa kemampuan kita untuk mempelajari EQ meningkat
dengan bertambahnya usia Sampai tingkat tertentu, IQ mendorong kinerja produktif; tapi kompetensi berbasis-IQ dianggap "kemampuan ambang", artinya kemampuan yang diperlukan untuk pekerjaan rata-rata. 
Kami merujuk kepada studi kasus,pertama, IQ dan EQ para partisipan diuji dan
dianalisis secara mendalam; kemudian mereka diorganisasi ke dalam
beberapa kelompok kerja, dan masing-masing kelompok diberi pelatihan
mengenai satu bentuk kompetensi EQ(manajemen-diri dan
ketrampilan sosial). Kelompok lain terdiri atas orang-orang ber-IQ tinggi. Ketika dilakukan evaluasi nilai-tambah ekonomi yang diberikan kompetensi EQ dan IQ, hasilnya sangatmencengangkan. Kelompok dengan EQ(ketrampilan sosial menghasilkan skor peningkatan laba 110%,sementara yang dibekali manajemen-diri mencatat peningkatan laba 390%.Sebaliknya, kelompok dengan kemampuan kognitif dan analitik tinggi,yang mencerminkan IQ, hanya menambah laba 50%; Artinya, IQ memangmeningkatkan kinerja, tapi secara terbatas karena efektif hanya sampai tingkat tertentu.
Kompetensi berbasis EQ jelas jauh lebih mendorong kinerja sampai tak terbatas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar